ARTIKEL PPN DAN PPNBM

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

 

 



 

 


Dosen Pengampu

Hendra Sukmana, S.A.P., M.KP

 

Disusun oleh

Dwi krusita Yanti

192020100108

 

PROGRAM STUDY  ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS HUKUM BISNIS DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

TAHUN 2022


PENDAHULUAN

Pajak merupakan kontribusi wajib oleh orang pribadi atau badan yang berifat memaksa berdasarkan undang-undang dan tidak mendapatkan imbalan secara langsung digunakan untuk keperluan negara. Artinya wajib pajak yang menyetorkan pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung tetapi mendapatkan fasilitas yang tidak secara sadar dinikmati oleh semua orang, contohnya pembangunan jalan tol, pembenaran jalan dan lain sebagainya. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi negara umum. Jadi pada masa sekarang ini bukan hal aneh yang menyulitkan bagi masyarakat dalam membayar pajak, karena masyarakat harus menyadari bahwa pajak yang mereka setorkan untuk kepentingan umum. Setidaknya, ada lima jenis pajak di Indonesia, yakni Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Dilansir dari buku Perpajakan (Desak nyoman sri Werastuti, 2022), pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan yang diperoleh wajib pajak dalam suatu tahun pajak. Wajib pajak bisa berupa orang pribadi atau badan, yang memiliki hak serta kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PPN dan PPnBM merupakan salah satu pajak yang memberikan sumbangsi besar bagi negara, mengingat besarnya peranan PPN dan PPnBM sebagai sumber penerimaan negara, maka penting adanya kajian-kajian terhadap berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya, khususnya terhadap peneriamaan PPN dan PPnBM (Wahyudi, 2009).Subjek PPN dan PPnBM di Indonesia yaitu Pengusaha Kena Pajak (PKP), PKP adalah orang atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia yang dalam hubungan perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan dan ada kemungkinan menyerahkan barang kena pajak dan mendistribusikan barang kena pajak di daerah pabean, mengimpor dan mengekspor barang kena pajak atau melakukan usaha jasa kena pajak (Soemitro, 2011)

Pemungutan PPN dan PPnBM di Indonesia didasarkan pada Undang Undang No.8 Tahun 1983 (tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Barang Mewah, yang berlaku mulai 1 April 1985. Undang Undang ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan pertama dengan Undang Undang No.11 Tahun 1994 berlaku mulai 1 Januari 1995, perubahan kedua dengan Undang Undang No.18 Tahun 2000 berlaku mulai 1 Januari 2001, perubahan ketiga dengan Undang Undang No.42 Tahun 2009 berlaku mulai 1 April 2010. Undang – undang perpajakan yang terbaru saat ini adalah UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan yang mengatur pajak secara umum. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) / Jasa Kena Pajak (JKP) di daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Setiap penyerahan tersebut akan dikenakan PPN sebesar 11% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

PBB merupakan jenis pajak yang dikenakan atas kepemilikan, pemanfaatan, dan atau penguasaan tanah dan atau bangunan. Bumi merupakan permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan. Sementara bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah, dan atau perairan pedalaman, dan atau laut.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), menjadi salah satu sumber penerimaan daerah. Meskipun PBB adalah penerimaan pajak pusat tetapi daerah mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH), yang mana dalam struktur APBD dikelompokan dalam penerimaan daerah dari bagi hasil pajak. Pemda perlu berhati-hati dalam menentukan tarif ini karena setiap daerah diberikan kebebasan untuk menetapkan besaran tarif tersebut, sehingga ke depannya kemungkinan besar akan ditemui variasi tarif PBB-P2 antar daerah satu dengan daerah lainnya. Diperlukan kajian yang sangat mendalam untuk menentukan berapa besar tarif PBB-P2 yang akan diterapkan agar pokok ketetapan PBB-P2 yang dimiliki selama ini tidak mengalami penurunan dan masyarakat tidak bergejolak setelah ketetapan PBB-P2 dilaksanakan. Untuk menetapkan kedua variabel ini tentunya pemerintah Kabupaten/Kota tidak bisa bekerja sendiri, perlu membicarakannya dengan DPRD sebagai pihak legislator yang kemudian dituangkan dalam bentuk Perda, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo akhirnya menetapkan tarif 0,105 % untuk NJOP di bawah 1 Milyar serta 0,225% untuk NJOP di atas atau sama dengan 1 Milyar. (Nurbawono, 2016)

Pemerintah tiap tahun meningkatkan target penerimaan pajak dalam APBN untuk mengoptimalkan pendapatan negara guna realisasi pembangunan ekonomi.

                                                          

 

PEMBAHASAN

MEKANISME PEMUNGUTAN PPN DAN PPNBM

Secara umum, mekanisme pemungutan PPnBM terbagi menjadi dua:

  1. Mekanisme pemungutan PPnBM oleh PKP penjual kepada PKP pembeli
  2. Mekanisme pemungutan PPnBM oleh pemungut PPN/PPnBM

Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa mekanisme pemungutan PPnBM adalah sama dengan PPN, dimana PKP penjual yang menyerahkan BKP yang tergolong mewah menerbitkan faktur pajak kepada PKP pembeli dan melaporkan pungutan PPN dan PPnBM yang dilakukan dalam SPT masa pajak. Faktur pajak yang digunakan untuk transaksi ini adalah faktur pajak dengan kode 01.

Sementara, mekanisme pemungutan PPnBM oleh pemungut PPN/PPnBM, yakni bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh PKP atas penyerahan BKP kepada pemungut PPN/PPnBM, terdiri atas tiga yakni:

  1. Mekanisme pemungutan PPN oleh bendaharawan pemerintah dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
  2. Mekanisme pemungutan PPN oleh pemegang kuasa/izin atau kontraktor.
  3. Mekanisme pemungutan PPN oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Jurnal PPnBM ini ditulis atas setiap PPnBM yang dikenakan terhadap penyerahan dan impor barang mewah. Jenis barang mewah yang dikenakan PPnBM ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sementara, tarif PPnBM ditetapkan serendah-rendahnya 10% dan setinggi-tingginya 50%. Penerapan tarip PPnBM tersebut ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP). Sedangkan, untuk ekspor barang mewah, PKP dikenakan tarif PPnBM 0%.

PPnBM dihitung berdasarkan tarif yang ditetapkan dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Seperti PPN, DPP untuk PPnBM adalah nilai jual atau nilai impor, namun perbedaannya dengan PPN adalah, PPnBM yang sudah dibayar pada saat perolehan atau impor barang, tidak dapat dikreditkan terhadap PPN yang dipungut.

Sementara, untuk barang mewah yang diekspor, jika PKP telah atau pernah membayar PPnBM, maka PKP dapat mengajukan pengembalian atau restitusi.

SUBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Subjek PPN sebagaimana dijelaskan Pasal 3A UU NO. 42/2009 sebagai berikut :

1.      Pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, penyerahan jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak dan ekspor jasa kena pajak oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usaha nya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM.

2.      Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

3.      Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana yang dimaksud dalam pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau yang memanfaatkan jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pemanfaatan jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.

4.      Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang dikenakan PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

TARIF PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Sehubungan dengan penyesuaian tarif PPN dari 10% menjadi 11% yang mulai berlaku tanggal 1 April 2022, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.      Penyesuaian tarif PPN merupakan amanat pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

2.      Kebijakan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal sebagai fondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal, dan berkelanjutan.

3.      Barang dan Jasa tertentu TETAP DIBERIKAN FASILITAS BEBAS PPN antara lain:

a.       barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi;

b.      jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja;

c.       vaksin, buku pelajaran dan kitab suci;

d.      air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap);

e.       listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA);

f.        rusun sederhana, rusunami, RS, dan RSS;

g.      jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional;

h.      mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak;

i.        minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi;

j.        emas batangan dan emas granula;

k.      senjata/alutsista dan alat foto udara.

4.      Barang tertentu dan jasa tertentu TETAP TIDAK DIKENAKAN PPN:

a.       barang yang merupakan objek Pajak Daerah: makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;

b.      jasa yang merupakan objek Pajak Daerah: jasa penyediaan tempat parkir, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, dan jasa boga atau catering;

c.       uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga;

d.      jasa keagamaan dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.

5.      Sebagai bagian dari reformasi perpajakan, penyesuaian tarif PPN juga dibarengi dengan:

a.       penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi atas penghasilan kena pajak Rp50 juta sampai dengan Rp60 juta dari 15% menjadi 5%;

b.      pembebasan pajak untuk WP OP pelaku UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500 juta;

c.       fasilitas PPN final dengan besaran tertentu yang lebih kecil, yaitu 1%, 2% atau 3%;

d.      layanan restitusi PPN dipercepat sampai dengan Rp 5 Miliar tetap diberikan.

6.      Di samping dukungan perpajakan, pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga tetap melanjutkan dan akan memperkuat dukungannya berupa perlindungan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat dan kondisi perekonomian nasional.

7.      Pemerintah akan terus merumuskan kebijakan yang seimbang untuk menyokong pemulihan ekonomi, membantu kelompok rentan dan tidak mampu, mendukung dunia usaha terutama kelompok kecil dan menengah, dengan tetap memperhatikan kesehatan keuangan negara untuk kehidupan bernegara yang berkelanjutan.

8.      Pengaturan lebih lanjut mengenai UU HPP klaster PPN akan tertuang dalam:

a) PMK tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN atas Pemanfaatan BKPTB dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui PMSE;

b) PMK tentang PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri;

c) PMK tentang PPN atas LPG Tertentu;

d) PMK tentang PPN atas Penyerahan Hasil Tembakau;

e) PMK tentang PPN atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu;

f) PMK tentang PPN atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas;

g) PMK tentang PPN atas Penyerahan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian;

h) PMK tentang PPN atas Penyerahan JKP Tertentu;

i) PMK tentang Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau Katering, yang Tidak Dikenai PPN;

j) PMK tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan/atau Pelaporan Pajak yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Transaksi Pengadaan Barang dan/atau Jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah;

k) PMK tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto;

l) PMK tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial;

m) PMK tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan PKP, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah;

n) PMK tentang PPN atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi.

9.      Direktorat Jenderal Pajak telah menyesuaikan aplikasi layanan perpajakan, seperti:
e-Faktur Desktop, e-Faktur Host to Host, e-Faktur Web, VAT Refund, dan e-Nofa Online. (Puspasari, 2022)

 

KESIMPULAN

·         Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi negara umum. Jadi pada masa sekarang ini bukan hal aneh yang menyulitkan bagi masyarakat dalam membayar pajak, karena masyarakat harus menyadari bahwa pajak yang mereka setorkan untuk kepentingan umum.

·         Secara umum, mekanisme pemungutan PPnBM terbagi menjadi dua:

1.      Mekanisme pemungutan PPnBM oleh PKP penjual kepada PKP pembeli

2.      Mekanisme pemungutan PPnBM oleh pemungut PPN/PPnBM

·         PPnBM ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sementara, tarif PPnBM ditetapkan serendah-rendahnya 10% dan setinggi-tingginya 50%. Penerapan tarip PPnBM tersebut ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP). Sedangkan, untuk ekspor barang mewah, PKP dikenakan tarif PPnBM 0%.

                                                                                                     

DAFTAR PUSTAKA

Prastowo. (2016). Pintar Menghitung Pajak. Cibubur, Jakarta Timur: Penebar Swadaya Group.

Sabrina Nurlita. (2008). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia 1985/1986-2005. Surabaya: Tesis Pascasarjana Airlangga

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah.

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers/siaran-pers-penyesuaian-tarif-ppn-11-mulai-1-april-2022/#:~:text=Jakarta%2C%2031%20Maret%202022%20%E2%80%93%20Sehubungan,Peraturan%20Perpajakan%20(UU%20HPP).