MAKALAH
PENERAPAN SOUND GOVERNANCE DI INDONESIA
DOSEN PENGAMPU
Hendra Sukmana S.A.P.,M.A.P
Di Susun oleh :
Dwi Krusita Yanti 192020100108
FAKULTAS FBHIS
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
Jl. Mojopahit 666 B Sidoarjo, Telp : 031-8945444, Fax : 031-8949333
Email : humas@umsida.acid, website : www.umsida.ac.id
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya, sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Kami tentunya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih banyak kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, kami mengharapkan kritik serta saran untuk makalah ini. Supaya makalah ini dapat menjadi makalah lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf sebesar – besarnya, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada setiap pembacanya.
Sidoarjo, 12 Januari 2021
DAFTAR ISI
2.1 Implementasi Teori Sound Governance di Indonesia
2.2 Pemerintah Dalam Memaksimalkan Pelayanan Publik Sesuai Kaidah Teori Governance
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada era dewasa ini teori administrasi terfokus pada konsep governance. Konsep good governance muncul untuk meniadakan bentuk-bentuk tradisional pemerintah. Ada dua gaya pemerintahan, yaitu : pasar dan tata pemerintahan yang partisipatif. Konsep ini telah melibatkan sektor pemerintah, masyarakat sipil dan pribadi dengan beberapa prinsip yang ideal seperti akuntabilitas, transparansi, partisipasi, dan desentralisasi. Tata kelola yang baik digunakan untuk magatasi kekurangan pemerintahan. Sebagai sebuah konsep baru, tata suara melampaui semua konsep lain dari pemerintahan dan mendorong dimensi baru, seperti : Globalisasi, Nilai-nilai lokal, Inovasi dalam kebijakan dan Administrasi. Kemudian digantikan dengan teori Sound Governance.
Konsep Sound Governance digunakan untuk menggambarkan sistem pemerintahan yang bukan hanya jelas secara demokratik, dan tanpa cacat secara ekonomi, finansial, politik konstitusional, organisasi, administratif, manajerial dan etika, tapi juga jelas secara internasional dalam interaksinya dengan negara-negara lain dan dengan bagian pemerintahannya dalam cara yang independen dan mandiri. Sound Governance mempunyai pandangan yang jauh komprehensif dengan empat aktor, yaitu tiga aktor sudah diketahui dalam konsep good governance yaitu inklusifitas relasi politik antara negara, civil society, bisnis yang sifatnya domestik dan satu lagi aktor yaitu kekuatan internasional. Kekuatan internasional di sini mencakup korporasi global, organisasi dan perjanjian internasional. Dalam pandangan Sound Governance penerapan good governance kehidupannya hanya berkutat pada interaksi antara pemerintah di negara tertentu, pelaku bisnis di negara tertentu dengan rakyat di negara tertentu pula. Tentulah ini sangat naif, sebab kenyataan bahwa aktor yang sangat besar dan bekuasa di atas ketiga elemen tersebut tidak dimasukkan dalam hitungan. Aktor tersebut adalah dunia internasional. Bahkan Ali Farazmand (2004) secara tegas menyebut good governance sebagai bagian dari praktik penyesuaian struktural
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana implementasi Teori Sound Governance dalam contoh kasus di Indonesia?
2. Bagaimana upaya pemerintah dalam memaksimalkan pelayanan publik sesuai kaidah Teori Governance?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Implementasi Teori Sound Governance di Indonesia
Berkaitan dengan fungsi administrasi pemerintahan, maka upaya mewujudkan sistem pemerintahan yang demokratis, bersih dan berwibawa menjadi prioritas utama bagi rakyat dan pemerintahan Indonesia pada era reformasi dewasa ini. Reformasi birokrasi dalam bentuk pelayanan publik sebagai salah satu tuntutan reformasi telah menjadi awal timbulnya kesadaran akan mekanisme pelayanan publik dan menjadi tonggak kesadaran pemerintah untuk menata sistem pemerintahan. Semangat reformasi yang mewarnai pendayagunaan aparatur negara diarahkan untuk mewujudkan administrasi negara yang mampu mendukung kelancaran dan keterpaduan.
Pemerintah mengupayakan berbagai cara untuk mewujudkan pelaksanaan tugas dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan guna menghadapai tantangan globalisasi. Maka dengan menganut konsep governenance didalam tata pengelolaan pemerintahan akan lebih baik. Namun seiring perkembangan zaman maka penyempurnaan konsep good governance yang diterapkan dalam tata kelola pemerintahan perlu disempurnakan. Dalam menyempurkan konsep good governance kemudian munculah Sound Governance dengan pandangan yang jauh lebih komprehensif.
Saat ini pemerintah Indonesia mencoba mengimplementasikan konsep pemerintahan yang terinspirasi dari Konsep Sound Governance, berikut contohnya :
Layanan izin investasi 3 jam di Pusat Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).
peluncuran layanan izin investasi 3 jam merupakan bagian dari revolusi mental yang dilakukan di era pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kallah dalam penyederhaan perizinan. Dalam penyederhanaan perizinan tersebut, pemerintah mengeluarkan paket kebijakan jilid II tentang layanan izin investasi 3 jam. Program ini juga dimaksudkan BKPM untuk mendukung target Presiden yang mencanangkan penciptaan 2 juta tenaga kerja.
Pihak BKPM telah melakukan beberapa perubahan untuk mendukung percepatan investasi diantaranya, penyederhanaan perizinan, memfasilitasi investasi terhambat debottlenecking dan peningkatan investasi. Revolusi layanan ini berperan strategis dalam mendorong masuknya aliran investasi baik asing maupun domestik ke Indonesia.
Badan Koordinasi Penanaman Modal telah menyiapkan pendamping investor (Priority Investment Officer) untuk membantu investor yang akan memanfaatkan layanan izin investasi 3 jam, dan pihak BKPM juga telah membuat alur layanan izin investasi 3 jam bagi para investor yang telah memenuhi syarat bisa datang ke Kantor Koordinasi Penanaman Modal dan mengambil nomor antrian kemudian menemui Direktur pelayanan BKPM.
Investor yang investasinya di atas Rp 100 miliar (atau setara USD 8 juta) dan atau menyerap tenaga kerja 1.000 orang diharapkan menyiapkan data diri (paspor atau akte perusahaan asing) serta alur aktivitas produksi perusahaan.
Banyak produk perizinan yang akan diberikan sekaligus kepada investor layanan izin investasi 3 jam, diantaranya :
a) izin investasi, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
b) Akta Pendirian Perusahaan dan SK Pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM
c) Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
d) Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA)
e) Izin Memperkerjakan Tenaga Asing (IMTA)
f) Angka Pengenal Importir Produsen (API-P), dan Nomor Induk Kepabeanan (NIK).
Berbagai instansi pemerintahan turut berkontribusi dalam mengeluarkan produk perizinan tersebut Di antaranya Ditjen Pajak Kementerian Keuangan untuk NPWP, Ditjen Bea Cukai Kementerian Keuangan untuk NIK, Kementerian Perdagangan untuk TDP dan API-P, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk RPTKA dan IMTA, serta Notaris untuk Akta Pendirian Perusahaan dan SK Pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. Selain itu, ditambah surat booking tanah yang dikeluarkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang.
2.2 Pemerintah Dalam Memaksimalkan Pelayanan Publik Sesuai Kaidah Teori Governance
Karakteristik pokok dari semua konsep teori administrasi adalah sebuah klaim yang menolak bentuk pemerintah birokratik otoriter dengan pembuatan keputusan dan implementasi yang sepihak. Model atau konsep governance dan pemerintah karena itu menghasilkan cara pikir, pemerintahan, dan administrasi yang baru, dengan filosofi dan pendekatan baru yang memperluas keterlibatan dan respon rakyat, memancing partisipasi masyarakat sipil dan organisasi non-pemerintah.
Pelayanan publik dalam pemerintahan yang baik harus memenuhi kualitas yang harus dipenuhi. Pelayanan publik yang ada harus berfungsi untuk mengurangi (bahkan menghilangkan) kesenjangan peran antara organisasi pusat dengan organisasi-organisasi pelaksana yang ada dilapangan. Jumlah staf/aparat yang ada sesuai, tidak kurang dan tidak pada level menengah dan level atas agar pelayanan publik dapat tepat sasaran . pelayanan yang diberikan juga harus mendekatkan birokrasi dengan masyarakat pelanggan. Tetapi ada beberapa faktor yang menyababkan rendahnya kualitas publik, antarala lain:
a) Konteks monopolistik, dalam hal ini karena tidak adanya kompetisi dari penyelenggara pelayanan publik non pemerintah, tidak ada dorongan yang kuat untuk meningkatkan jumlah, kualitas maupun pemerataan pelayanan tersebut oleh pemerintah
b) Tekanan dari lingkungan, dimana faktor lingkungan amat mempengaruhi kinerja organisasi pelayanan dalam transaksi dan interaksinya antara lingkungan dengan organisasi publik.
c) Budaya patrimonial, dimana budaya organisasi penyelenggara pelayanan publik di Indonesia masih banyak terikat oleh tradisi-tradisi politik dan budaya masyarakat setempat yang seringkali tidak kondusif dan melanggar peraturan-peraturan yang telah ditentukan.
Beberapa prinsip pokok (Irfan Islamy 1999) yang harus dipahami oleh aparat birokrasi publik, maka prinsip-prinsip dalam pelayanan publik antara lain:
1) Prinsip Aksestabelitas, dimana setiap jenis pelayanan harus dapat dijangkau secara mudah oleh setiap pengguna pelayanan (misal: masalah tempat, jarak dan prosedur pelayanan)
2) Prinsip Kontinuitas, yaitu bahwa setiap jenis pelayanan harus secara terus menerus tersedia bagi masyarakat dengan kepastian dan kejelasan ketentuan yang berlaku bagi proses pelayanan tersebut.
3) Prinsip Teknikalitas, yaitu bahwa setiap jenis pelayanan proses pelayanannya harus ditangani oleh aparat yang benar-benar memahami secara teknis pelayanan tersebut berdasarkan kejelasan, ketepatan dan kemantapan sistem, prosedur dan instrumen pelayanan
4) Prinsip Profitabilitas, yaitu bahwa proses pelayanan pada akhirnya haru dapat dilaksanakan secara efektif dan efesien serta memberikan keuntungan ekonomis dan sosial baik bagi pemerintah maupun bagi masyarakat luas.
5) Prinsip Akuntabilitas, yaitu bahwa proses, produk dan mutu pelayanan yang telah diberikan harus dapat dipertanggung jawabkan kepada masyarakat karena aparat pemerintah itu pada hakekatnya mempunyai tugas memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada masyarakat.
Begitu pentingnya profesionalisasi pelayanan publik ini bagi setiap lini organisasi pemerintahan di Indonesia, pemerintah melalui Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan suatu kebijaksanaan Nomor.81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum yang perlu dipedomani oleh setiap birokrasi publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat berdasar prinsip-prinsip pelayanan sebagai berikut :
a) Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur dan tata cara pelayanan perlu ditetapkan dan dilaksanakan secara mudah, lancar, cepat, tepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan mudah dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.
b) Kejelasan dan kepastian, dalam arti adanya kejelasan dan kepastian dalam hal prosedur dan tata cara pelayanan, persyaratan pelayanan baik teknis maupun administratif, unit kerja pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam meberikan pelayanan, rincian biaya atau tarif pelayanan dan tata cara pembayaran, dan jangka waktu penyelesaian pelayanan.
c) Keamanan, dalam arti adanya proses dan produk hasil pelayanan yang dapat memberikan keamanan, kenyamanan dan kepastian hukum bagi masyarakat.
d) Keterbukaan, dalam arti bahwa prosedur dan tata cara pelayanan, persyaratan, unit kerja pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian biaya atau tarif serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
e) Efesiensi, dalam arti bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal- hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan.
f) Ekonomis, dalam arti bahwa pengenaan biaya atau tarif pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan: nilai barang dan jasa pelayanan, kemampuan masyarakat untuk membayar, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
g) Keadilan dan Pemerataan, yang dimaksudkan agar jangkauan pelayanan diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat.
h) Ketepatan Waktu, dalam arti bahwa pelaksanaan pelayanan harus dapat diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi masalah pelayanan publik dalam pemerintaha yang baik, antara lain:
1) Merubah tekanan-tekanan sistem pemerintahan yang sifatnya sentralistik otoriter menjadi sistem pemerintahan desentralistik demokratis.
2) Membentuk asosiasi/perserikatan kerja dalam pelayanan publik.
3) Meningkatkan keterlibatan masyarakat, baik dalam perumusan kebijakan pelayanan publik, proses pelaksanaan pelayanan publik maupun dalam monitoring dan pengawasan pelaksanaan pelayanan publik. \
4) Adanya kesadaran perubahan sikap dan perilaku dari aparat birokrasi pelayanan public menuju model birokrasi yang lebih humanis (Post weberian).
5) Menyadari adanya pengaruh kuat perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam menunjang efektivitas kualitas pelayanan publik.
6) Pentingnya faktor aturan dan perundang-undangan yang menjadi landasan kerja bagi aparat pelayanan publik.
7) Pentingnya perhatian terhadap faktor pendapatan dan penghasilan (wages and salary) yang dapat memenuhi kebutuhan minimum bagi aparat pelayanan publik.
8) Pentingnya faktor keterampilan dan keahlian petugas pelayanan publik.
9) Pentingnya faktor sarana phisik pelayanan publik.
10) Adanya saling pengertian dan pemahaman bersama (mutual understanding) antara pihak aparat birokrasi pelayan publik dan masyarakat yang memerlukan pelayanan untuk mematuhi peraturan dan perundang-undangan yang berlaku khususnya dalam pelayanan publik.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Sound governance memiliki karakteristik kualitas governance yang lebih unggul daripada good governance, dan dianggap jelas secara teknis, profesional, organisasional, manajerial, politik, demokratik dan ekonomi. Konsep Sound Governance digunakan untuk menggambarkan sistem pemerintahan yang bukan hanya jelas secara demokratik, dan tanpa cacat secara ekonomi, finansial, politik konstitusional, organisasi, administratif, manajerial dan etika, tapi juga jelas secara internasional dalam interaksinya dengan negara-negara lain dan dengan bagian pemerintahannya dalam cara yang independen dan mandiri
Dalam implementasinya, Sound governance masih memiliki banyak kekurangan sehingga pemerintah dan sektor swasta terus melakukan evaluasi dan inovasi guna mewujudkan pelayanan publik yang efisien, efektif dan transparan.
B. SARAN
Saya sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya.
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.
DAFTAR PUSTAKA
Dwiyanto, Agus. Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Gadjah Mada University Press. 2005
Farazmand, Ali. 2004. Sound Governance, Policy and Administrative Innovation. Westport : Praeger.
Faturahman, B. M. (agustus 2019). PEMIKIRAN KRITIS SOUND GOVERNANCE PANDANGAN DARI ALI FARAZMAND. jurnal politik dan sosial kemasyarakatan , 144 - 14ance Menuju Perubahan Birokrasi Pemerintahan Indonesia | portaltiga.com
MAKALAH IMPLEMENTASI SOUND GOVERNANCE DI INDONESIA
- By Dwi krusitaya
- On Januari 16, 2021