BUDAYA ORGANISASI DALAM KONTEKS KUALITAS PELAYANAN PUBLIK DI KANTOR PELAYANAN TERPADU KAB, SRAGEN

 



 

 

 

Dosen Pengampu

Hendra Sukmana, S.A.P., M.KP

 

Disusun oleh

Dwi krusita Yanti

192020100108

 

PROGRAM STUDY  ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS HUKUM BISNIS DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

TAHUN 2022

 

PENDAHULUAN

Berdasarkan Pembukaan UUD 1945 bahwa tujuan negara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa serta menjaga ketertiban dunia. Untuk itu suatu negara memerlukan birokrasi yang baik sebagai instrumen untuk menyelenggarakan pemerintahan negara yang baik agar terhindar dari adanya inefisiensi dan inefektivitas pemerintahan. Dalam pemerintahan menurut Safri Nugraha kekuasaan publik dijalankan oleh pejabat pemerintah atau para birokrat yang melaksanakan tugasnya sesuai dengan peranan dan fungsinya dalam sistem birokrasi negara dan harus mampu mengendalikan orang-orang yang dipimpinnya. (nugraha) Dalam hal ini birokrasi memiliki 3 arti, yaitu : 1. Sebagai tipe organisasi yang khas. 2. Sebagai suatu sistem. 3. Sebagai suatu tatanan jiwa tertentu dan alat kerja bagi organ negara untuk mencapai tujuaannya. Sebagai tipe, siste, tatanan dan alat kerja negara, birokrasi diperlukan karena masyarakat modern memerlukan mekanisme administrasi untuk mencapai sasaran-sasaraan yang demokratik dan menigkatkan standar kehidupan masyarakat, mendistribusikan penghasilan secara merata atau meningkatkan pengaruh warga atau peran serta warganegara terhadap pemerintahnya. Artinya bahwa misi birokrasi adalah melakukan pemenuhan kepentingan publik haruslah pula dipertanggung jawabkan kepada publik. Ada tiga bentuk tanggung jawab birokrasi terhadap publiknya yaitu; akuntabiLitas, responsibilitas dan responsivitas.

birokrasi yang ramah merupakan salah satu upaya untuk menunjang pembangunan ekonomi. Dalam pembangunan ekonomi terkait erat dengan bergeraknya sektor ekonomi yang menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat sehingga tujuan negara memakmurkan rakyatnya tercapai.

 

                                                           PEMBAHASAN

KUALITAS PELAYANAN DI KANTOR TERPADU KAB SRAGEN

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah antara lain ditegaskan bahwa tujuan pemberian otonomi adalah berupaya memberikan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang semakin baik kepada masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan. Maka Pemerintah Kabupaten Sragen membentuk Badan Pelayanan Terpadu pada tanggal 20 Juli 2006 dengan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2006. Badan Pelayanan Terpadu kemudian diubah menjadi Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen dengan Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2008. Sehingga semua proses perijinan dilaksanakan di BPT Kab Sragen mulai dari penerimaan berkas, pemrosesan dokumen, penandatanganan ijin sampai dengan penyerahan dokumen ijin. Badan Perijianan Terpadu telah menerapkan sistem pelayanan satu pintu (one stop service/OSS) sejak tahun 2002 , yang dimaksudkan untuk mempermudah masyarakat dalam mengurus perijinan yaitu dengan memberikan perijinan secara terpadu pada satu tempat/lokasi sesuai dengan kewenangan masing-masing instansi. Hal ini mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata laksana pelayanan sehingga pelayanan perijinan dapat diselenggarakan secara berhasilguna dan berdayaguna serta untuk mendorong laju perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.

Pada tahun 2003 UPT diganti dengan Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) Kab. Sragen. Pembentukan KPT tersebut dimaksudkan untuk menyelenggarakan pelayanan perizinan dan non perizinan yang prima dan satu pintu dengan kemudahan-kemudahan, biaya yang transparan serta ketepatan waktu penyelesaian. Hal tersebut diharapkan dapat mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif bagi penanaman modal dan investasi dalam rangka pemberdayaan ekonomi masyarakat Sragen. Pembentukan tersebut mengalami hambatan internal, lebih banyak berkaitan dengan upaya merubah sikap PNS (birokrat) sesuai paradigma pelayanan yaitu dari paradigma dilayani menjadi melavani dengan tulus dan ikhlas. Ada delapan komponen yang cenderung mempengaruhi budaya organisasi (perilaku), yaitu leadership, senses of direction, climate, positive teamwork, value add systems, enabling structure, appropriate competences, developed individualis. Namun yang dominan komponen leadership, hal ini terbukti di KPT Kab. Sragen, yaitu adanya peran Bupati yang didukung Kepala KPT dan dinas-dinas terkait, maka kinerja (akuntabilitas, responsivitas, orientasi terhadap pelayanan dan efisiensi pelayanan) KPT Kab. Sragen berhasil meningkatkan kualitas pelayanan publik, yaitu pelayanan yang mudah, cepat, aman, transparan, nyaman, ramah dan pasti. Keberhasilan ini diakui oleh masyarakat pemohon (meningkatkan kesejahteraan UKM) (ismiyarto).

Kegiatan dari Program ini berupa Pengadaan komputerisasi perijinan yaitu dengan mengembangkan pembuatan software komputerisasi perijinan dan non perijinan untuk Peningkatan pelayanan dan tertib administrasi perijinan. Dengan pengembangan pembuatan software komputerisasi perijinan dan non perijinan, Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen telah menerapkan dan mengembangkan teknologi informasi yang menjadi trend setter bagi Kabupaten dan Kota lainnya di wilayah Indonesia dengan pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Perijinan dan Non perijinan. Serta membangun jaringan komunikasi dan informasi lintas sektoral sehingga penyelesaian perijinan dan non perijinan dapat berjalan lancar, efektif dan efisien. Dalam pengembangan teknologi informasi Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen telah membuat dan mengembangkan sistem informasi yang memudahkan para customer, pengusaha maupun masyarakat yang ingin mengakses Badan Perijinan Terpadu antara lain: Tracking Dokumen via internet, Touch Screen Information, CCTV online, Video conference, Hotspot area, call centre, Geografic Information System dll. (PRATIWI, 2010)

KESIMPULAN

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah antara lain ditegaskan bahwa tujuan pemberian otonomi adalah berupaya memberikan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang semakin baik kepada masyarakat, pengembangan kehidupan demokrasi, keadilan dan pemerataan. Maka Pemerintah Kabupaten Sragen membentuk Badan Pelayanan Terpadu pada tanggal 20 Juli 2006 dengan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2006. Badan Pelayanan Terpadu kemudian diubah menjadi Badan Perijinan Terpadu Kabupaten Sragen dengan Peraturan Daerah No. 15 Tahun 2008. Sehingga semua proses perijinan dilaksanakan di BPT Kab Sragen mulai dari penerimaan berkas, pemrosesan dokumen, penandatanganan ijin sampai dengan penyerahan dokumen ijin.     

DAFTAR PUSTAKA

H.A.S Moenir. 1992. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara

J. David Hunger & Thomas L. Wheelen. 2006. Manajemen Strategis. Yogyakarta: Penerbit ANDI. John M Bryson. 2007. Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara

UUD 1945

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN

PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

 

 



 

 


Dosen Pengampu

Hendra Sukmana, S.A.P., M.KP

 

Disusun oleh

Dwi krusita Yanti

192020100108

 

PROGRAM STUDY  ADMINISTRASI PUBLIK

FAKULTAS HUKUM BISNIS DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

TAHUN 2022


PENDAHULUAN

Pajak merupakan kontribusi wajib oleh orang pribadi atau badan yang berifat memaksa berdasarkan undang-undang dan tidak mendapatkan imbalan secara langsung digunakan untuk keperluan negara. Artinya wajib pajak yang menyetorkan pajak tidak mendapatkan imbalan secara langsung tetapi mendapatkan fasilitas yang tidak secara sadar dinikmati oleh semua orang, contohnya pembangunan jalan tol, pembenaran jalan dan lain sebagainya. Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi negara umum. Jadi pada masa sekarang ini bukan hal aneh yang menyulitkan bagi masyarakat dalam membayar pajak, karena masyarakat harus menyadari bahwa pajak yang mereka setorkan untuk kepentingan umum. Setidaknya, ada lima jenis pajak di Indonesia, yakni Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Meterai, dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).

Dilansir dari buku Perpajakan (Desak nyoman sri Werastuti, 2022), pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan yang diperoleh wajib pajak dalam suatu tahun pajak. Wajib pajak bisa berupa orang pribadi atau badan, yang memiliki hak serta kewajiban perpajakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

PPN dan PPnBM merupakan salah satu pajak yang memberikan sumbangsi besar bagi negara, mengingat besarnya peranan PPN dan PPnBM sebagai sumber penerimaan negara, maka penting adanya kajian-kajian terhadap berbagai faktor yang dapat mempengaruhinya, khususnya terhadap peneriamaan PPN dan PPnBM (Wahyudi, 2009).Subjek PPN dan PPnBM di Indonesia yaitu Pengusaha Kena Pajak (PKP), PKP adalah orang atau badan yang bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia yang dalam hubungan perusahaan atau pekerjaannya menghasilkan dan ada kemungkinan menyerahkan barang kena pajak dan mendistribusikan barang kena pajak di daerah pabean, mengimpor dan mengekspor barang kena pajak atau melakukan usaha jasa kena pajak (Soemitro, 2011)

Pemungutan PPN dan PPnBM di Indonesia didasarkan pada Undang Undang No.8 Tahun 1983 (tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Barang Mewah, yang berlaku mulai 1 April 1985. Undang Undang ini telah mengalami beberapa kali perubahan. Perubahan pertama dengan Undang Undang No.11 Tahun 1994 berlaku mulai 1 Januari 1995, perubahan kedua dengan Undang Undang No.18 Tahun 2000 berlaku mulai 1 Januari 2001, perubahan ketiga dengan Undang Undang No.42 Tahun 2009 berlaku mulai 1 April 2010. Undang – undang perpajakan yang terbaru saat ini adalah UU No. 16 Tahun 2009 tentang Ketentuan Umum Perpajakan yang mengatur pajak secara umum. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak yang dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) / Jasa Kena Pajak (JKP) di daerah pabean yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Setiap penyerahan tersebut akan dikenakan PPN sebesar 11% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP).

PBB merupakan jenis pajak yang dikenakan atas kepemilikan, pemanfaatan, dan atau penguasaan tanah dan atau bangunan. Bumi merupakan permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan. Sementara bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah, dan atau perairan pedalaman, dan atau laut.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), menjadi salah satu sumber penerimaan daerah. Meskipun PBB adalah penerimaan pajak pusat tetapi daerah mendapatkan Dana Bagi Hasil (DBH), yang mana dalam struktur APBD dikelompokan dalam penerimaan daerah dari bagi hasil pajak. Pemda perlu berhati-hati dalam menentukan tarif ini karena setiap daerah diberikan kebebasan untuk menetapkan besaran tarif tersebut, sehingga ke depannya kemungkinan besar akan ditemui variasi tarif PBB-P2 antar daerah satu dengan daerah lainnya. Diperlukan kajian yang sangat mendalam untuk menentukan berapa besar tarif PBB-P2 yang akan diterapkan agar pokok ketetapan PBB-P2 yang dimiliki selama ini tidak mengalami penurunan dan masyarakat tidak bergejolak setelah ketetapan PBB-P2 dilaksanakan. Untuk menetapkan kedua variabel ini tentunya pemerintah Kabupaten/Kota tidak bisa bekerja sendiri, perlu membicarakannya dengan DPRD sebagai pihak legislator yang kemudian dituangkan dalam bentuk Perda, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo akhirnya menetapkan tarif 0,105 % untuk NJOP di bawah 1 Milyar serta 0,225% untuk NJOP di atas atau sama dengan 1 Milyar. (Nurbawono, 2016)

Pemerintah tiap tahun meningkatkan target penerimaan pajak dalam APBN untuk mengoptimalkan pendapatan negara guna realisasi pembangunan ekonomi.

                                                          

 

PEMBAHASAN

MEKANISME PEMUNGUTAN PPN DAN PPNBM

Secara umum, mekanisme pemungutan PPnBM terbagi menjadi dua:

  1. Mekanisme pemungutan PPnBM oleh PKP penjual kepada PKP pembeli
  2. Mekanisme pemungutan PPnBM oleh pemungut PPN/PPnBM

Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa mekanisme pemungutan PPnBM adalah sama dengan PPN, dimana PKP penjual yang menyerahkan BKP yang tergolong mewah menerbitkan faktur pajak kepada PKP pembeli dan melaporkan pungutan PPN dan PPnBM yang dilakukan dalam SPT masa pajak. Faktur pajak yang digunakan untuk transaksi ini adalah faktur pajak dengan kode 01.

Sementara, mekanisme pemungutan PPnBM oleh pemungut PPN/PPnBM, yakni bendaharawan Pemerintah, badan, atau instansi pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang oleh PKP atas penyerahan BKP kepada pemungut PPN/PPnBM, terdiri atas tiga yakni:

  1. Mekanisme pemungutan PPN oleh bendaharawan pemerintah dan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
  2. Mekanisme pemungutan PPN oleh pemegang kuasa/izin atau kontraktor.
  3. Mekanisme pemungutan PPN oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Jurnal PPnBM ini ditulis atas setiap PPnBM yang dikenakan terhadap penyerahan dan impor barang mewah. Jenis barang mewah yang dikenakan PPnBM ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sementara, tarif PPnBM ditetapkan serendah-rendahnya 10% dan setinggi-tingginya 50%. Penerapan tarip PPnBM tersebut ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP). Sedangkan, untuk ekspor barang mewah, PKP dikenakan tarif PPnBM 0%.

PPnBM dihitung berdasarkan tarif yang ditetapkan dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Seperti PPN, DPP untuk PPnBM adalah nilai jual atau nilai impor, namun perbedaannya dengan PPN adalah, PPnBM yang sudah dibayar pada saat perolehan atau impor barang, tidak dapat dikreditkan terhadap PPN yang dipungut.

Sementara, untuk barang mewah yang diekspor, jika PKP telah atau pernah membayar PPnBM, maka PKP dapat mengajukan pengembalian atau restitusi.

SUBJEK PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Subjek PPN sebagaimana dijelaskan Pasal 3A UU NO. 42/2009 sebagai berikut :

1.      Pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, penyerahan jasa kena pajak di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha, ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak dan ekspor jasa kena pajak oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usaha nya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN dan PPnBM.

2.      Pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

3.      Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean sebagaimana yang dimaksud dalam pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dan/atau yang memanfaatkan jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pemanfaatan jasa kena pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean wajib memungut, menyetor, dan melaporkan Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.

4.      Pengusaha Kena Pajak (PKP) adalah pengusaha yang melakukan penyerahan BKP/JKP yang dikenakan PPN, tidak termasuk pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

TARIF PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

Sehubungan dengan penyesuaian tarif PPN dari 10% menjadi 11% yang mulai berlaku tanggal 1 April 2022, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut:

1.      Penyesuaian tarif PPN merupakan amanat pasal 7 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

2.      Kebijakan tersebut merupakan bagian tidak terpisahkan dari reformasi perpajakan dan konsolidasi fiskal sebagai fondasi sistem perpajakan yang lebih adil, optimal, dan berkelanjutan.

3.      Barang dan Jasa tertentu TETAP DIBERIKAN FASILITAS BEBAS PPN antara lain:

a.       barang kebutuhan pokok: beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, sayur-sayuran, dan gula konsumsi;

b.      jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa sosial, jasa asuransi, jasa keuangan, jasa angkutan umum, dan jasa tenaga kerja;

c.       vaksin, buku pelajaran dan kitab suci;

d.      air bersih (termasuk biaya sambung/pasang dan biaya beban tetap);

e.       listrik (kecuali untuk rumah tangga dengan daya >6600 VA);

f.        rusun sederhana, rusunami, RS, dan RSS;

g.      jasa konstruksi untuk rumah ibadah dan jasa konstruksi untuk bencana nasional;

h.      mesin, hasil kelautan perikanan, ternak, bibit/benih, pakan ternak, pakan ikan, bahan pakan, jangat dan kulit mentah, bahan baku kerajinan perak;

i.        minyak bumi, gas bumi (gas melalui pipa, LNG dan CNG) dan panas bumi;

j.        emas batangan dan emas granula;

k.      senjata/alutsista dan alat foto udara.

4.      Barang tertentu dan jasa tertentu TETAP TIDAK DIKENAKAN PPN:

a.       barang yang merupakan objek Pajak Daerah: makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung, dan sejenisnya;

b.      jasa yang merupakan objek Pajak Daerah: jasa penyediaan tempat parkir, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, dan jasa boga atau catering;

c.       uang, emas batangan untuk kepentingan cadangan devisa negara, dan surat berharga;

d.      jasa keagamaan dan jasa yang disediakan oleh pemerintah.

5.      Sebagai bagian dari reformasi perpajakan, penyesuaian tarif PPN juga dibarengi dengan:

a.       penurunan tarif Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi atas penghasilan kena pajak Rp50 juta sampai dengan Rp60 juta dari 15% menjadi 5%;

b.      pembebasan pajak untuk WP OP pelaku UMKM dengan omzet sampai dengan Rp500 juta;

c.       fasilitas PPN final dengan besaran tertentu yang lebih kecil, yaitu 1%, 2% atau 3%;

d.      layanan restitusi PPN dipercepat sampai dengan Rp 5 Miliar tetap diberikan.

6.      Di samping dukungan perpajakan, pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) juga tetap melanjutkan dan akan memperkuat dukungannya berupa perlindungan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat dan kondisi perekonomian nasional.

7.      Pemerintah akan terus merumuskan kebijakan yang seimbang untuk menyokong pemulihan ekonomi, membantu kelompok rentan dan tidak mampu, mendukung dunia usaha terutama kelompok kecil dan menengah, dengan tetap memperhatikan kesehatan keuangan negara untuk kehidupan bernegara yang berkelanjutan.

8.      Pengaturan lebih lanjut mengenai UU HPP klaster PPN akan tertuang dalam:

a) PMK tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan PPN atas Pemanfaatan BKPTB dan/atau JKP dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean Melalui PMSE;

b) PMK tentang PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri;

c) PMK tentang PPN atas LPG Tertentu;

d) PMK tentang PPN atas Penyerahan Hasil Tembakau;

e) PMK tentang PPN atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu;

f) PMK tentang PPN atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Bekas;

g) PMK tentang PPN atas Penyerahan Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian;

h) PMK tentang PPN atas Penyerahan JKP Tertentu;

i) PMK tentang Kriteria dan/atau Rincian Makanan dan Minuman, Jasa Kesenian dan Hiburan, Jasa Perhotelan, Jasa Penyediaan Tempat Parkir, serta Jasa Boga atau Katering, yang Tidak Dikenai PPN;

j) PMK tentang Penunjukan Pihak Lain sebagai Pemungut Pajak dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan/atau Pelaporan Pajak yang Dipungut oleh Pihak Lain atas Transaksi Pengadaan Barang dan/atau Jasa melalui Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah;

k) PMK tentang PPN dan PPh atas Transaksi Perdagangan Aset Kripto;

l) PMK tentang PPh dan PPN atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial;

m) PMK tentang Tata Cara Pendaftaran dan Penghapusan NPWP, Pengukuhan dan Pencabutan Pengukuhan PKP, serta Pemotongan dan/atau Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak bagi Instansi Pemerintah;

n) PMK tentang PPN atas Penyerahan Jasa Agen Asuransi, Jasa Pialang Asuransi, dan Jasa Pialang Reasuransi.

9.      Direktorat Jenderal Pajak telah menyesuaikan aplikasi layanan perpajakan, seperti:
e-Faktur Desktop, e-Faktur Host to Host, e-Faktur Web, VAT Refund, dan e-Nofa Online. (Puspasari, 2022)

 

KESIMPULAN

·         Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi negara umum. Jadi pada masa sekarang ini bukan hal aneh yang menyulitkan bagi masyarakat dalam membayar pajak, karena masyarakat harus menyadari bahwa pajak yang mereka setorkan untuk kepentingan umum.

·         Secara umum, mekanisme pemungutan PPnBM terbagi menjadi dua:

1.      Mekanisme pemungutan PPnBM oleh PKP penjual kepada PKP pembeli

2.      Mekanisme pemungutan PPnBM oleh pemungut PPN/PPnBM

·         PPnBM ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sementara, tarif PPnBM ditetapkan serendah-rendahnya 10% dan setinggi-tingginya 50%. Penerapan tarip PPnBM tersebut ditentukan berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP). Sedangkan, untuk ekspor barang mewah, PKP dikenakan tarif PPnBM 0%.

                                                                                                     

DAFTAR PUSTAKA

Prastowo. (2016). Pintar Menghitung Pajak. Cibubur, Jakarta Timur: Penebar Swadaya Group.

Sabrina Nurlita. (2008). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia 1985/1986-2005. Surabaya: Tesis Pascasarjana Airlangga

Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi daerah.

https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/siaran-pers/siaran-pers-penyesuaian-tarif-ppn-11-mulai-1-april-2022/#:~:text=Jakarta%2C%2031%20Maret%202022%20%E2%80%93%20Sehubungan,Peraturan%20Perpajakan%20(UU%20HPP).

 

 

 

DAMPAK KEBIJAKAN PENDUDUK

TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS PENDUDUK

 

 



 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 


Disusun Oleh :

Dwi Krusita Yanti 192020100108

 

 

 

 

PRODI ADMINISTRASI PUBLIK FAKULTAS BISNIS HUKUM DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO

PENDAHULUAN

Pertumbuhan penduduk yang makin cepat, mendorong perkembangan aspek-aspek kehidupan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan sebagainya. Dengan adanya pertumbuhan aspek-aspek kehidupan tersebut, maka bertambahnya sistem mata pencaharian hidup dari homogen menjadi kompleks. Berbeda dengan makhluk lain, manusia mempunyai kelebihan dalam kehidupan. Manusia dapat memanfaatkan dan mengembangkan akal budinya.

Pemanfaatan dan pengembangan akal budi telah terungkap pada perkembangan kebudayaan, baik kebudayaan yang bersifat rohaniyah, maupun kebudayaan kebendaan. Akibat dari kebudayaan ini telah mengubah cara berpikir manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Sehubungan dengan hal tersebut dalam pokok bahasan ini akan ditelaah mengenai pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun, perkembangan kehidupan penduduk, dan timbulnya pranata-pranata akibat perkembangan tersebut.

Kebijakan Kependudukan adalah kebijakan yang ditujukan untuk mempengaruhi besar, komposisi, distribusi dan tingkat perkembangan penduduk. sedangkan DR. Elibu Bergman (Harvard university) Mendefinisikan kebijakan penduduk sebagai tindakantindakan pemerintah untuk mencapai suatu tujuan dimana didalamnya termasuk pengaruh dan karakteristik penduduk.

Secara umum kebijakan penduduk harus ditujukan untuk:

1.      Melindungi kepentingan dan mengembangkan kesejahteraan penduduk itu sendiri terutama generasi yang akan datang.

2.      Memberikan kemungkinan bagi tiaptiap orang untuk memperoleh kebebasan yang lebih besar, guna menentukan apa yang terbaik bagi kesejahteraan diri, keluarga dan anaknya.

3.      Kebijakan harus diarahkan untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk itu sendiri. Pemecahan masalah kependudukan dengan pengendalian kelahiran saja tidak

Kebijakan penduduk berkaitan erat dengan dinamika kependudukan yaitu perubahan-perubahan terhadap tingkat fertilitas, mortalitas, dan migrasi. Bentuk dan macam kebijakan kependudukan adalah Transmigrasi, Program Keluarga Berencana, sehingga Kebijakan penduduk yang utama di Indonesia adalah Program Keluaraga Berencana. Adapun Kebijakan kependudukan Indonesia telah di atur dalam GBHN yang meliputi : Bidang-bidang pendendalian kelahiran; Penurunan tingkat kematian terutama kematian ana-anak, Perpanjangan harapan kerja, Penybaran penduduk yang lebih serasi dan seimbang, Pola urbanisasi yang lebih berimbang dan merata, Perkembangan dan penyebaran angkatan kerja. Sedangkan 7 sasaran transmigrasi terdiri atas : Peningkatan taraf hidup; Pembangunan daerah; Keseimbangan penyebaran penduduk; Pembangunan yang merata di seluruh Indonesia; Pemanfaatan sumber-sumber alam dan tenaga manusia; Kesatuan dan persatuan bangsa; Memperkuat pertahanan dan keamanan nasional.

PEMBAHASAN

Pengelolaan kependudukan penting dilakukan dalam rangka pengendalian kuantitas penduduk dan peningkatan kualitas penduduk. Pengendalian kuantitas penduduk dilakukan dalam rangka menekan Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) melalui pengaturan kelahiran dan pendewasaan usia perkawinan. Dalam rangka pengaturan kelahiran, program KKBPK menggunakan konsep “Dua Anak Cukup” sementara dalam rangka pendewasaan usia perkawinan menggunakan konsep “Pernikahan ideal” yakni 20 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Dalam rangka pendewasaan usia perkawinan, dalam program KKBPK dikembangkan program Generasi Berencana atau lebih dikenal sebagai program “GenRe”. Program GenRe adalah program yang dikembangkan dalam rangka penyiapan kehidupan berkeluarga bagi remaja/mahasiswa sehingga mereka mampu melangsungkan jenjang pendidikan secara terencana, berkarir dalam pekerjaan secara terencana, serta menikah dengan penuh perencanaan sesuai siklus kesehatan reproduksi. Program GenRe ini diarahkan untuk meningkatkan usia kawin pertama perempuan menjadi 21 tahun, menurunkan kasus perilaku seks pra nikah, HIV-AIDS dan penyalahgunaan napza di kalangan remaja/mahasiswa. tingkat pendidikan dan kesehatan individu penduduk merupakan faktor dominan yang perlu mendapat prioritas utama dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan dan kesehatan merupakan modal dari penduduk yang kompetitif dan produktif. Dengan tingkat pendidikan dan kesehatan penduduk yang tinggi merupakan upaya meningkatkan tingkat kesejahteraan penduduk itu sendiri yang semuanya bermuara pada aktifitas perekonomian yang maju (Usmaliadanti, 2011).

Kualitas penduduk juga akan meningkat dengan adanya fasilitas infrastruktur yang memadai. Infrastruktur merupakan penunjang keberhasilan seluruh sektor yang meliputi fokus prioritas wajib (pendidikan dan kesehatan), fokus prioritas unggulan (pertanian, pariwisata dan UMKM) Peningkatan kualitas penduduk dilakukan melalui upaya peningkatan kesehatan ibu dan anak, pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga. Di sisi lain juga melalui peningkatan kualitas pendidikan, lingkungan dan kesehatan pada umumnya.

Pelaksanaan Program Kependudukan, Keluarga Berencana dan Pembangunan Keluarga (KKBPK) selama ini belum berjalan optimal baik dalam aspek garapan Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP), Pengaturan kelahiran, Pembinaan Ketahanan Keluarga, Pemberdayaan Ekonomi Keluarga, dan Pengelolaan Kependudukan yang ditandai dengan masih tingginya angka Laju Pertumbuhan Penduduk, pernikahan usia dini, tidak terpenuhinya target capaian akseptor baru, rendahnya partisipasi keluarga dalam kegiatan Bina Keluarga Sejahtera (BKS) dan Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS).

Adapun upaya yang dilakukan dalam rangka optimalisasi program KKBPK tersebut adalah dengan memberdayakan kader IMP (PPKBD, Sub PPKBD dan Kelompok KB-KS untuk mengurangi beban Penyuluh KB yang jumlahnya makin terbatas. Kemudian juga menggerakkan Tim MUPEN KB untuk melakukan Advokasi dan KIE pada masyarakat luas tentang KB Mandiri. Juga menggiatkan kader kelompok Bina Keluarga Sejahtera (BKS) yang terdiri dari kelompok Bina Keluarga Balita (BKB), Bina Keluarga Remaja (BKR) dan Bina Keluarga Lansia (BKL) maupun UPPKS untuk mensukseskan program KKBPK di lingkungan kegiatannya. Serta meningkatkan pengetahuan para motivator KB maupun kader KB lainnyal tentang program KKBPK melalui kegiatan orientasi dan pemberian Buku Pegangan Program KKBPK yang digunakan sebagai panduan penyuluhan kepada masyarakat luas. Dengan meningkatnya pengetahuan dan wawasan para motivator KB maupun kader KB lainnya tentang Program KKBPK diharapkan para motivator KB sebagai penggerak dalam program KKBPK di wilayahnya. Upaya optimalisasi program KKBPK akan lebih efektif apabila pihak pemerintah desa juga menganggarkan kegiatan melalui anggaran desa.

Program KKBPK yang diharapkan dapat dilakukan secara mandiri oleh masyarakat dengan peran tokoh formal dan tokoh non formal adalah menyampaikan program 4T yaitu terlalu muda menikah, terlalu sering melahirkan, terlalu tua untuk melahirkan dan terlalu banyak anak. 4T tersebut kalau bisa ditekan maka akan menurunkan angka kelahiran sehingga kualitas keluarga akan meningkat sehingga menjadi keluarga yang sejahtera sesuai dengan amanah UU No. 52 tahun 2009 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga.

KESIMPULAN

Perlunya reformasi birokrasi dalam hal kependudukan, sebelumnya banyak program dari lembaga pemerintah yang bergerak dalam ranah yang sama, hal ini kontan membuar masyarakat bingung. Badan seperti Bappenas, BKKBN, dan beberapa departemen lain seharusnya membuat program yang tidak tumpangindih sehingga dapat berjalan efektif.

Dinamika kependudukan berpengaruh pada hampir seluruh aspek kehidupan manusia. Ukuran tingkat dinamikanya digunakan penanda atau indikator yang terukur yang bisa dibaca, digunakan, dibanding bagi kepentingan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan pembangunan,

 Evaluasi dari kebijakan publik guna mengatasi masalah kependudukan dalam ranah hukum sebenarnya telah sering terdengar, perubahan dasar hukum kependudukan dari Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 menjadi UndangUndang 52 tahun 2009 Tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga pun menjadi bukti perubahan kebijaksanaan dalam sisi hukum.